blog pernikahan

Kua online

MUDZAKAROH

JADWAL SHOLAT

New Comment

Talak

Diposting oleh M. Aminudin On 21.34

Para misionaris dan orientalis dewasa ini memusatkan serangannya pada dua permasalahan yang berkaitan dengan wanita, yaitu masalah perceraian(talak) dan poligami. Sungguh sangat disayangkan ghazwul fikri yang disebarkan oleh mereka itu sudah mendapat sambutan luas dari kaum muslimin. Sehingga mereka ikut ikutan menganngap kedua masalah tersebut sebagai problematika rumah tangga dan masyarakat. Padahal Islam tidak menyari’atkan kedua masalah tersebut (perceraian dan poligami) kecuali untuk menyelesaikan problematika yang cukup banyak dalam kehidupan lelaki, wanita, rumah tangga dan masyarakat. Dan problem yang sebenarnya adalah terletak pada kesalahfahaman terhadap syari’at Allah atau salah dalam penerapannya maka akan menimbulkan bahaya yang lebih besar.

Mengapa Islam memperbolehkan talak ?

Tidak setiap perceraian itu diperbolehkan dalam Islam, karena ada talak yang dimakruhkan, bahkan diharamkan. Karena hal itu dapat merobohkan bangunan rumah tangga yang sangat ditekankan Islam agar kita membina dan membangunnya.

Oleh karena itu Rasulullah Saw bersabda :
“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian”.

Sehingga perceraian yang disyari’atkan oleh Islam itu mirip operasi menyakitkan yang dirasakan oleh seseorang yang menjalani sakitnya. Bahkan terkadang salah satu anggota tubuhnya harus dipotong demi menjaga seluruh anggota tubuhnya yang tersisa, atau karena menghindarkan bahaya yang lebih besar.

Apabila sampai diputuskan untuk bercerai antar dua pasangan dan tidak berhasil segala sarana perbaikan dan upaya mempertemukan kembali diantara kedua belah pihak, maka perceraian dalam keadaan seperti ini merupakan obat yang sangat pahit yang tidak ada obat yang lainnya.

Oleh karena itu dikatakan dalam pepatah “Jika tidak mungkin bertemu, maka ya berpisah”. Al Qur’an Al Karim juga mengatakan :
“Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya” (An-Nisa’:130)

Apa yang telah disyari’atkan oleh Islam, itulah yang sesuai dengan akal, hikmah dan kemaslahatan. Karena termasuk sesuatu yang jauh dari logika akal sehat dan fitrah, jika dipaksakan dengan kekuatan hukum suatu pabrik yang merusak dua penanam saham yang keduanya tidak saling bertemu dan tidak saling mempercayai. Sesungguhnya memaksakan kehidupan ini dengan kekuasaan hukum adalah siksaan yang keras. Manusia tidak tahan, karena itu lebih buruk daripada penjara sepanjang masa. Bahkan menjadi neraka yang tidak kuat menahannya.

Seorang ahli hikmah mengatakan, “Sesungguhnya bahaya yang terbesar adalah mempergauli orang yang tidak menyetujui kamu dan tidak menentang kamu”.

Mempersempit lingkup perceraian

Islam telah meletakkan sejumlah kaidah (prinsip-prinsip) dan ajaran-ajaran yang seandainya manusia mau mengikuti dengan baik dan melaksanakannya, maka sedikit sekali kita akan menyaksikan perceraian dan niscaya semakin mimin perceraian itu. Diantara prinsip-prinsip itu adalah :

* Memilih istri dengan baik dengan cara memusatkan perhatian pada agama dan akhlaq sebelum harta, pangkat(jabatan). dan kecantikan.Rasulullah Saw bersabda :
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agama, maka beruntunglah orang yang memperoleh wanita yang kuat agama-nya, maka tanganmu akan penuh debu(rugi) jika tidak kamu ikuti.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
* Melihat wanita yang dikhitbah sebelum terlaksanannya aqad, agar memperoleh kemantapan dan kepuasan hati. Karena melihat sejak dini itu merupakan langkah menuju kerukunan dan cinta kasih.
* Perhatian wanita dan wali-walinya untuk memilih suami yang mulia (baik) dan mengutamakan yang baik agama dan akhlaqnya, sebagaimana petunjuk dalam Sunnah.
* Disyaratkan pihak wanita menikah dengan calon suami yang ditawarkan kepadanya. Tidak boleh ada pemaksaan untuk menikah dengan orang yang tidak dicintainya.
* Mendapat ridha (memperoleh persetujuan) dari wali wanita, baik yang wajib atau Sunnah.
* Bermusyawarah dengan ibu dari calon pengantin putri, agar pernikahan itu disetujui oleh semua pihak.Karena Rasulullah Saw bersabda :
“Ajaklah para wanita untuk bermusyawarah tentang anak-anak wanitanya”
* Diwajibkannya mempergauli (bergaul) dengan baik dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban antara suami istri, serta membangkitkan semangat keimanan untuk berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan Allah serta bertaqwa kepada Allah SWT.
* Mendorong suami agar hidup secara realistis, karena tidak mungkin ia menginginkan kesempurnaan mutlak kepada istrinya. Tetapi hendaknya suami melihat yang baik-baik (kebaikan-kebaikan) istri, selain kekurangan-kekurangannya. Jika ia tidak suka kepada suatu sikap tertentu dari isterinya ia juga merasa senang dengan sikap yang lain.
* Mengajak para suami untuk berfikir dengan akal dan kemaslahatan. Jika ia merasa tidak suka terhadap istrinya, maka jangan sampai ia cepat memperturuti perasaanya, dengan mengharap semoga Allah merubah sikapnya dengan yang lebih baik.Allah berfirman:
“Dan pergaulilah mereka (isterimu) dengan baik, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (An-Nisa’:19)
* Memerintahkan kepada suami untuk menghibur dan menasihati isterinya yang sedang nusyuz dengan bijaksana dan bertahap. Dari lemah lembut yang tidak lemah, sampai pada yang keras namun tidak kasar.Allah berfirman :
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka ditempat tidur mereka, dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya, sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (An-Nisa’:34)
* Memerintahkan masyarakat untuk ikut meyelesaikan ketika terjadi perselisihan antara suami istri, yaitu dengan membentuk “Majlis keluarga.” Majlis ini terdiri dari orang-orang yang bisa dipercaya dari kelaurga kedua belah pihak, untuk berupaya mengislah dan merukunkan serta memecahkan krisis yang menimpa dengan baik,Allah Swt berfirman:
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan, Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (An-Nisa’:35)

Inilah beberapa ajaran Islam, yang seandainya kaum Muslimin mau mengikutinya dan memeliharanya dengan sungguh-sungguh maka kausu perceraian itu akan berkurang.

Kapan dan Bagaimana Perceraian itu dilakukan ?

Islam tidak menyari’atkan talak(perceraian) pada setiap waktu dan setiap keadaan. Sesungguhnya talak yang diperbolehkan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah hendaknya seseorang itu pelan-pelan dan memilih waktu yang sesuai.

Maka tidak boleh menceraikan isterinya ketika haid, dan tidak boleh pula dalam keadaan suci sedangkan ia mempergaulinya. Jika ia melakukan hal itu maka talaknya adalah talak yang bid’ah dan diharamkan. Bahkan sebagai fuqaha’ berpendapat talaknya tidak sah, karena dijatuhkan tidak sesuai dengan perintah Nabi Saw.

Rasulullah Saw bersabda:
“Barang siapa yang melakukan perbuatan tanpa dilandasi perintah kami maka itu tertolak (tidak diterima).”

Dan wajib bagi seseorang yang mentalak bahwa dia dalam keadaan sadar. Apabila ia kehilangan kesadaran, terpaksa, atau dalam keadaan marah yang menutup ingatanya sehingga ia berbicara yang tidak ia inginkan, maka menurut pendapat yang shahih itu tidak sah.

Berdasarkan hadits, “Tidak sah talak dalam ketidaksadaran”, Abu dawud menafsirkan hadits ini dengan “marah”, dan yang lain mengartikan karena “terpaksa”. Kedua-duanya benar. Dan hendaklah orang yang mencerai itu bermaksud untuk mencerai dan berpisah dari isterinya. Adapun menjadikan talak itu sebagai sumpah atau sekedar menakut nakuti, maka tidak sah menurut pendapat yang Shahih sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama salaf dan ditarjih oleh Al ‘Allamah Ibnul Qayyim dan gurunya Ibnu Taimayah.

Jika semua bentuk talak ini tidak sah maka tetaplah talak yang diniati dan dimaksudkan yang berdasarkan pemikiran dan yang sudah dipelajari sebelumnya. Dan ia melihat itulah satu-satu jalan penyelesaian untuk keselamatan dari kehidupan yang ia tidak lagi mampu bertahan.

Yang dilakukan Setelah Talak

Perceraian yang terjadi tidak harus memutuskan hubungan suami istri sama sekali, yang kemudian tidak ada jalan menuju perbaikan. Karena talak seperti yang dijelaskan dalam Al Qur’an memberikan bagi setiap orang yang bercerai untuk mengevaluasi dan mempelajari kembali.

Oleh karena itu talak terjadi satu kali satu kali. Apabila kedua kalinya tidak juga bermanfaat maka terjadilah talak ketiga yang memutuskan hubungan selamanya, sehingga tidak halal baginya setelah itu. Maka mengumpulkan tiga talak dalam satu ucapan itu bertentangan dengan syari’at Al Qur’an. Inilah yang dijelaskan dan diambil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim dan yang dipakai Mahkamah Syar’iyah di negara-negara arab.

Perceraian tidak mengharamkan bagi wanita untuk memperoleh nafkah selama masa iddah dan tidak boleh bagi suami mengeluarkan istrinya dari rumah. Bahkan wajib atas suami untuk membiarkan sang istri tinggal dirumahnya dekat dengan dia, barangkali dengan begitu kerukunan akan kembali dan hati menjadi jernih.

Allah Swt berfirman :
“Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru”. (At-Thalaq:1)

Perceraian tidak memperbolehkan bagi siapa untuk memakan mahar (maskawin) yang telah diberikan kepada isterinya atau meminta kembali mahar atau segala sesuatu yang telah diberikan kepada isterinya sebelum perceraian.

Allah Swt berfirman :
“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah”. (Al Baqarah:229)

Begitu pula isteri yang ditalak itu berhak memperoleh mut’ah sebagaimana ditetapkan oleh kebiasaan.

Allah Swt berfirman :
“Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut’ah menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Al Baqarah:241)

Selain itu tidak halal bagi suami (yang mentalak) bersikap keras terhadap isterinya atau menyebarkan keburukannya atau menyakiti dirinya dan keluarganya.

Allah Swt berfirman :
“Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”. (Al Baqarah:229)
“Dan janganlah kamu melupakan keutamaan diantara kamu”. (Al Baqarah:237)

Inilah talak yang diisyari’atkan oleh Islam. Sungguh itu merupakan terapi yang diperlukan pada saat dan alasan yang tepat, dengan tujuan dan cara yang benar.

Alasan Hak Cerai ditangan Lelaki

Mereka bertanya mengapa hak cerai itu ditangan lelaki dan mempermasalahkannya, maka kita jawab, “Sesungguhnya lelaki adalah sebagai kepala rumah tangga, yang bertanggungjawab pertama kali dan yang memikul beban didalam rumah tangganya. Dialah yang harus memberikan mahar dan kewajiban-kewajiban lain setelahnya, sehingga dia dapat membangun rumah tangga diatas tanggungjawabnya. Barangsiapa dapat berbuat demikian maka ia menjadi mulia dan tidak mungkin merusak bangunan rumah tangga kecuali karena ada tujuan-tujuan tertentu, atau karena kebutuhan yang memaksa yang menjadikan ia berkorban dengan menanggung seluruh kerugian karenanya.

Kemudian laki-laki itu pada umumnya lebih mengetahui tentang akibatnya dan lebih banyak bertahan, serta lebih sedikit terpengaruh daripada wanita, sehingga lebih baik jika wewenang itu berada ditangannya.

Sedangkan wanita, ia cepat terpengaruh, mudah emosi dan selalu hangat perasaannya. Kalau seandainya talak itu berada dalam dalam kekuasaanya, pasti akan sering terjadi perceraian dengan alasan-alasan yang ringan dan perselisihan kecil.

Penulis : Dr. Yusuf Qardhawi
Penerbit: Citra Islami Press

sumber: http://dakwah.anekaproduk.com/buletin/tgl03072008.html


Category : | Selengkapnya......

0 Response to "Talak"

Posting Komentar

Tulis komentar anda disini