blog pernikahan

Kua online

MUDZAKAROH

JADWAL SHOLAT

New Comment

Memaknai Tahun Baru Hijriyah dengan Benar

Diposting oleh M. Aminudin On 23.47 0 komentar


Tidak terasa kita akan memasuki tahun baru 1431H. Seorang Muslim sejati akan menjadikan moment tersebut sebagai penambah motivasi untuk menjadi lebih baik, lebih bersyukur kepada Allah SWT dengan meningkatkan kualitas ibadah dan kualitas hubungan ukhuwah antar sesama.

Jangan heran, ada juga sebagian dari manusia yang menjadikan tahun baru Islam sebagai perayaan yang mengarah kepada kesyirikan. Naudzubillah, menganggapnya sebagai hari sial untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, mencuci jimat dan pusaka dan melakukan ritual-ritual lainnya yang konon telah dilakukan terus-menerus oleh nenek moyang terdahulu.

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلا يَهْتَدُونَ


“dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (TQS. 2 : 170)

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلا يَهْتَدُونَ


“apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk Kami apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya". dan Apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. (TQS. 5 : 104)

Muharam adalah bulan awal tahun kalender Islam. Kalender Islam disebut Hijriah mengikuti perputaran bulan bukannya matahari seperti kalender Masehi. Oleh karena itu jumlah harinya pun berbeda. Hijriah memiliki 11 hari lebih pendek dari Masehi. Dalam perhitungan matahari dalam satu tahun terdapat 365 hari, sedangkan perhitungan bulan terdapat 354 hari. Tak heran pernah dalam satu tahun Masehi umat Islam merayakan dua kali Idul Fitri.

Ternyata bukan itu saja perbedaannya. Kontrasnya malam yang gelap dan siang yang terang, seperti itu jugalah perbedaannya dalam kehidupan kita belakangan ini.

Malam hari menjelang tahun baru Masehi, dapat dipastikan jalanan macet, hunian hotel meningkat, pusat hiburan ramai, dan terompet laku. Menghabiskan malam dengan tawa dan berusaha mengenyahkan duka. Semuanya tak jauh dari urusan hura-hura karena bagi mereka tahun baru berarti umur yang baru.

Lihatlah bagaimana malam hari menjelang tahun baru Hijriyah. Jalanan normal, hunian hotel juga normal, pusat hiburan sepi bahkan tak ada yang iseng menjual terompet. Bukan berarti tak ada kegiatan, namun kegiatannya berpindah ke mesjid-mesjid untuk mendengar ceramah dan Mabit.

Hilang segala hingar bingar, mereka menghabiskan malam dengan menangis memohon ampun pada Allah swt. Tangis mereka seperti kehilangan sesuatu yang berharga. Benar, sebenarnya kita telah kehilangan waktu kita di dunia secara perlahan.

Tahun Hijriah seperti namanya, ditetapkan setelah Rasulullah saw. Hijrah dari Mekah ke Madinah. Sebelumnya penamaan tahun didasarkan atas nama binatang, seperti tahun saat Rasulullah diahirkan merupakan tahun Gajah, persoalan mungkin atau tidaknya penamaan ini berlanjut sampai sekarang oleh kalender Cina, Wallahu ‘Alam.

Berdasarkan atas nama tersebut, maka sebaiknya momen tahun baru Hijriah ini kita maknai sebagai hari kita juga untuk Hijrah. Selemah-lemahnya Hijrah tentunya adalah hijrah niat. Bila tahun sebelumnya kita sering punya niat jahat terhadap orang lain maka tahun ini berubah jadi niat baik.

Alangkah baiknya jika bisa hijrah tempat. Bila kondisinya memungkinkan, dan tempat anda dikelilingi oleh kemaksiatan hijrahlah ke tempat yang lebih baik. Bisa juga dari tempat kerja yang penuh korupsi ke tempat kerja yang lebih sehat. Bahkan ada ayat yang melarang kita berdiam di suatu tempat seandainya di tempat itu kita sering didzalimi.

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [TQS. 4 :100]

Hijrah yang baik tentunya dengan segala perhitungan yang matang. Karena perhitungan yang matang akan mendatangkan harapan. Akhirnya kemanapun, dengan apapun, disertai niat apapun, yakinkan setiap hijrah anda adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt sehingga setiap hijrah kita dihitung ibadah. Amiiin

Syari'at Islam telah menetapkan hukum-hukum yang menjamin hak-hak wanita dalam rumah tangga. Hukum-hukum tersebut bersifat mengikat, dan merupakan rambu-rambu yang haram dilanggar. Penetapan itu bertujuan untuk memelihara hak-hak istri, menepis tindak aniaya yang mungkin menimpanya, atau kemungkinan terjadi lantaran adanya kurang perhatian dalam pelaksanaannya dari orang-orang yang berkaitan dengan wanita, baik suami, walinya maupun lainnya. Adapun pada pembahasan ini, secara khusus difokuskan pada hubungan antara istri dengan suaminya saja.

Sangat banyak hak yang dimiliki seorang wanita sebagai istri. Hak-hak ini menjadi kewajiban atas suaminya. Sebagian dari hak-hak tersebut telah disinggung Rasulullah Shalallahu Alahi Wassalam dalam hadist berikut:

"Hak wanita-wanita atas kalian (para suami) ialah memberi nafkah, menyediakan sandang dengan cara yang baik." (HR. Abu Dawud)


Demikian itulah keistimewaan yang sangat penting bagi wanita muslimah yang berstatus sebagai istri. Yakni kepastian adanya jaminan pemeliharaan yang utuh terhadap hak-haknya dalam rumah tangga, dan sama sekali tidak ada padanannya dengan undang-undang produk manusia.

Dalam Islam, terdapat beberapa aspek yang mendukung pelaksanaan tanggung jawab suami atas pasangan hidupnya. Tanggung jawab tersebut merupakan kewajiban yang ditetapkan oleh islam (hak-hak istrinya) dan dijelaskan dalam nash-nash yang sharih (tegas dan jelas, tidak mengandung multi fungsi).

Dari sisi aqidah, Allah Subhanahu Wa Ta'ala Maha Mengetahui isi hati manusia dalam kesendiriannya maupun saat bersama dengan orang lain. Dia akan membalasnya dengan baik jika memenuhinya, sebagaimana akan menghukumnya atas keengganannya dalam menjalankan kewajiban itu. Selain itu hak-hak sesama tersebut bagaikan hutang yang mesti dilunasi. Seorang yang gugur di medan perang (mati syahid) akan menghadapi persoalan karena hutang, apalagi selamanya.

Adapun hukum-hukum produk manusia yang membicarakan hak-hak istri, tidak mempunyai kekuatan pendorong sebagaimana tertera diatas. Karena, akan dapat disaksikan, lelaki mudah berkelit dari kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan bagi istrinya sendiri. Gejala ini muncul tatkala terjadi pertikaian dan perbedaan pendapat mengenai pemenuhan kewajiban-kewajiban tersebut, karena tidak ada rasa takut kepada Allah Ta'ala dan tipisnya keimanan terhadap hari akhir.

Berikut ini, beberapa kutipan ayat dan hadits yang memuat keterangan tentang kewajiban suami terhadap istrinya, ancaman bagi pihak yang tidak memperhatikannya, saat mereka mengarungi biduk rumah tangga.

Pertama
Diantara dalil tentang kewajiban menyelesaikan hak-hak orang lain secara umum, dan menyelesaikan hak-hak istri secara khusus.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada berhak menerimanya. .."(QS. an-Nisa :58)

Kebanyakan ayat-ayat yang berbicara tentang hak-hak istri berbentuk kalmat perintah. Ini menunjukan betapa kuatnya penekanan untuk masalah ini.

Allah berfirman:

"Berikanlah mas kawin (mahar) keada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan..." (QS. an-Nisa:44)

"...Dan bergaulah dengan mereka secara patut..." (QS. an-Nisa:19)

"Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu. .."(QS. ath-Thalaq: 6)

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: "Bertakwalah kalian kepada Allah tentang kaum wanita. Sesungguhnya, kalian mengambil mereka dengan amanat Allah. Dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimatullah. " (HR, Muslim)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wssalam bersabda:

"Berpesanlah untuk wanita dengan baik." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Kedua
Diantara dalil larangan menelantarkan hak-hak istri dan melakukan tindakan aniaya kepadanya.

Beberapa ayat menerangkan larangan menzhalimi istri dan mengabaikan hak-haknya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"...dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya... "(QS. an-Nisa:19)

"Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepadanya seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali darinya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata." (QS. an-Nisa :20)

"...maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal calon suaminya, apabila telah terdapat kerelaan diantara mereka dengan cara yang ma'ruf..." (QS al Baqoroh :232)

Ketiga
Nash-nash yang menerangkan hukuman dan siksa bagi orang yanmg melanggar ketentuan-ketentuan Allah dalam masalah ini dengan cara menindas wanita, tidak memenuhi atau mengurangi hak-hak wanita.

"....Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim." (QS. al-Baqoroh: 229)

"Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka meendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memeberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai mainan..." (QS. al Baqoroh :231)

Nash-nash diatas memuat takhwif (ancaman menakutkan ) dan pesan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, Allah berfirman:

"...itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang beriman diantara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. al baqoroh:232)

Sementara itu, ancaman juga muncul dari lisan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam yang mulia atas suami yang berbuat tidak adil dan meremehkan hak seseorang istri. Rasulullah Shalallahu Alahi Wassalam bersabda: 'Barang siapa mempunyai dua istri, dan lebih condong pada salah satu istrinya, ia akan datang pada hari Kiamat dengan menyeret salah satu dagunya atau datang dengan jalan miring." (HR. Ahmad, at Tirmidzi, an Nasai. Lihat shahih at Targhib (2/199).).

Demikian sedikit paparan beberapa dalil yang menegaskan tentang pemeliharaan hak-hak istri dalam rumah tangga. Keretakan rumah tangga hanya muncul ketika ada salah satu pihak (atau kedua belah pihak, suami istri ) tidak menjalankan kewajiban-kewajiban yang seharusnya ia emaban dan lebih condong hanya untuk hak-hak nya semata.

Wallahu a'lam.

(Diadaptasi dari Dhamanatu Huqiqi al Mar'ati az zaujiyyah, karya Dr. Muhammad Ya'qub Muhammaad ad Dahlawi, penerbit Jami'ah Islamiyyah Madinah cetakan I tahun 1424 H)